[ Bung, Nona, lilin dan Matahari ]


 

Didepan ribuan mata memandang, dikhalayak umum

Gadis itu bertanya lantang pada sosok yang dipanggilnya Bung,

“Bagaimana bisa bermanfaat bak Matahari, sedangkan pikir kita, kita hanya sebatang lilin ?”

 

Riuh tepuk tangan menghinggapi pertanyaan yang terlontar singkat

Jawab laki-laki itu, sekaligus tersipu ia tersenyum dalam

“Berlatihlah ikhlas nona. Terkadang kita merasa bermanfaat namun menyakiti diri sendiri,

Bak lilin yang cahayanya redup namun beranggapan paling berjasa

Ya ia berjasa, sesingkat itu nona – namun Ia tak ikhlas.

Padahal lilin itu tau, semua makhlukNya berfungsi secara sempurna

Kenapa harus merasa tersakiti bila takdir kita adalah menjadi bagian dari sakit itu sendiri ?

 

Matahari mungkin lelah, tapi ia tak perduli – ia harus melakukan itu

Ia mawas diri tentang fungsi keberadaannya di bumi

Menerangi dan bermanfaat,

Namun ia tak angkuh – pun tak merasa paling tersakiti

Buktinya ia tetap ada di timur kala fajar, dan berpindah di barat kala senja

Pun sebenarnya ia tak tidur bukan ?

Ia hanya melakukan tugas lain.

Menyinari di bagian kehidupan lain

Ikhlaslah nona, kita bisa lebih dari sekedar lilin yang cepat redup untuk menjadi matahari yang akan kekal.”

 

Gadis itu bak ingin mendebat akan makna cinta yang sempat terlontar diawal,

“Bung jangan lupa, ingatlah Matahari dengan Bumi itu berjarak.

Kau tau kenapa ? Karena semakin ia mendekati Bumi, ia akan membakar Bumi dengan bara panasnya.

Namun jika ia mengerti akan suatu jarak yang tercipta, ia bisa menerangi Bumi akan kehangatannya.”


Komentar