Memikiran bagian yang temanku ucapkan tentang “kamu tau ngga jodoh itu
emang ditakdirkan sama Tuhan, tapi bukan berarti dia datang tiba-tiba nic, kamu
juga butuh perjuangan. Mungkin kamu merasa sedang menjaga diri tapi saking
terlalu menjaganya kamu pernah berfikir ngga kamu justru malah menutup diri.”
Jawaban yang mungkin kesannya secara respon engga begitu ku gubris, namun kenyataaanya
aku langsung terus mencernanya untuk kujadikan bahan santapan muhasabahku saat
insomnia nanti.
“Ah udahlah Bismillah aja, yang melewatiku berarti bukan takdirku ” ucapku
pada diriku sendiri yang seakan memang aku adalah si pasrah-an. “Lagipula
ngomongin masalah perasaan mah engga bakal ada habisnya, mending aku nikmatin
hari-hari pasca UAS.” Hiburku menutupi dan mengakhiri perdebatan yang kualami
dengan diri sendiri malam itu.
Malam adalah waktu yang panjang bagi Denica yang sering sekali memanfaatkan
untuk beraktifitas ringan seperti membaca, menulis, pun mengerjakan tugas
kuliah maupun organisasi. Sebenernya engga juga sih, kegiatan itu ia lakukan
atas bentuk pelampiasan karena matanya memang engga bisa dikompromikan untuk
tidur gasik hehe.
Seusai memberesi kamarnya, menata ulang buku yang ia baca tadi, ia mulai
merebahkan diri lalu mengecek notifikasi di hp-nya. Ada 5 notifikasi di wa-nya. Pesan yang ia tarik untuk di baca adalah pesan dari Violina temen kampus
se-daerahnya namun beda fakultas.
Isi pesannya “Nic, kamu masih ada urusan penting di kampus ngga ?” . Membaca
pesannya respon otomatis mataku adalah melihat
list yang kutempel didekat almari jati pojok ruangan, semua list sudah
tercentang berarti sebenernya ia sudah bisa liburan, “engga kayanya vi, gimana
?” balasnya fastresp. “Hari mingu pulang yuk bareng aku keretaan” tulis Vio.
Awalnya Nica masih ragu untuk memberi jawaban kepada violina, karena ia
merasa minggu ini terlalu dini untuk pulang rumah bahkan ia-pun belum sempat
menikmati Kota Bandung dan seisinya untuk dijelajahi guna merefresh
otak akan UAS yang sudah menyita tenaganya, tapi setelah dipikir-pikir engga papa
deh aku juga udah satu semester engga pulang, aku gasikin aja jadwal pulangku siapa
tau organisasi aktifnya H-2 minggu perkuliahan, Seenganya aku bisa manfaatin waktu ini.
“Siaap vi, tapi aku belum pernah
naik kereta selama perjalanan pulang pergi Vi ?” “Nah makanya ini juga
sebenernya kali kedua aku naik kereta dari Bandung. Itung itung cari pengalaman
baru kan nic, nanti ambilnya yang jam sore aja ya, nanti sampainya sekitar
tengah malam. Kamu bisa tidur dirumahku dulu kok kebetulan rumahku deket sama
stasiun hehe, mau ya ?” tawar violin
Tanpa pikir panjang bagi Denica yang
memang suka traveling dan suka mencoba hal baru, ia langsung mengiyakan ajakan violinna
untuk ikut pulang Hari Minggu pakai kereta.
Tanpa terasa, akhirnya hari yang mereka tunggu tiba juga. Ya hari
perpulangan bersamanya. Mereka tidak berangkat bersama dikarenakan memang kos
mereka cukup berjauhan, mereka memilih untuk ketemuan di depan stastiun sehabis
Ashar.
Waktu menunjukan pukul 16.00 WIB dan mereka telah sampai di dalam
stasiun, bak dua orang yang udah lama ngga ketemu karena memiliki kesibukan
yang berbeda Denica dan Violina hampir tidak melewatkan sedetikpun untuk
bercerita sembari menikmati kedatangan
kereta yang mereka tunggu.
Selang satu jam setelahnya, akhirnya kereta yang mereka pesan pun sampai di
stasiun itu. Mereka bergegas menuju gerbong yang mereka pilih untuk tempati. Saat
itu waktu telah menunjukan pukul 5.30 yang menandakan bahwa waktunya matahari akan
tengelam a.k.a senja akan datang untuk memberi tahu para penduduk bumi bahwa akan
ada malam yang menggantikan peran siang.
Kesan bokeh yang tampak dibalik kaca jendela kereta yang mereka naiki
sembari pemandangan stasiun bertemakan jingga tersebut membuat vio yang memang
hobbi hunting dan fotografi, tak ingin melewatkan kesempatan untuk mengambil
penampakan cantik berupa matahari yang saat itu sedang jingga-jingganya
menggunakan kamera canon lxus 190 yang selalu menemani perjalannanya.
Seusai memotret, vio langsung menunjukan hasil tangkapannya ke Denica.
Denica selalu terkagum dengan kehebatan yang dimiliki teman-teman dekatnya, ya
meski Denica dan Violina tidak satu fakultas tapi mereka bisa dikatakan berkawan
baik dan akrab, bahkan disela waktu yang agak senggang mereka tak jarang dengan
sengaja menyempatkan untuk bertemu di audit kampus hanya untuk menikmati waktu
berdua atau janjian ke suatu tempat hanya untuk melepas rindu berdua.
“Rasanya sendu banget vin kalau ngeliat pemandangan matahari terbit sama
matahari tenggelam.” Ucap Denica yang masih terpaku akan foto bidikan violina
tersebut.
Violina yang tau bahwa temannya memiliki bakat yang ia pendam berupa menulis
mencoba menantang denica untuk membuat snap hasil jepretanya tadi. Denicapun
saat itu tak keberatan, iapun iseng seperti seakan memamerkan kepulangan
gasiknya kepada teman temannya yang bahkan mereka ngga tau bahwa Denica sudah
berada di jalan pulang, akhirnya Denica menyanggupi permintaan Violin dengan
menuliskan caption untuk snap wa dengan objek gambar camera yang masih on frame
senja berbackground jalanan tepian kereta di stasiun.
Tak butuh waktu lama untuk menuliskan dan memikirkan caption tentang senja,
ia memang sering dijuluki si penulis oleh teman-temannya meski secara pribadi
ia jarang sekali membuat tulisan yang bisa dieksplor untuk dipublish.
“Tak pernah ada yang tergantikan. Ini hanya soal waktu, maaf jika seakan
mengambil alih peran sang siang namun
bumi-pun harus tau Bulan masih cukup kuat untuk menyinari bagian malamnya. Maaf,
tak perlu ada pamit, karena esokpun mentari kan kembali.” Tulisnya di status wa-nya
“gimana ini vin ?” ucapnya menyodorkan caption yang ia buat kepada Violin
“Gila, besok kita buka jasa Fotografi sama Copy writer aja yuk. Cari kerja
sekarang susah nih apalagi buat kita yang perempuan nic, kita emang familiar dengan
“emansipasi” namun kenyataanya emansipasi itu masih sebatas kata kata yang
digaungkan hanya untuk digemborkan saja.” Ucap vio
Ucapan vio tadi membuatku kembali berdiskusi deNgan otakku bahwa Vio kayanya
orang yag tepat buat sama-sama mengadu keresahan nih. Tiba tiba aku teringat
bahwa Vio kan memang Kadiv Advokesma di BEM Fak-nya. Sontak aku mengucap “aduh Vi
aku lupa ih kamu kan kadiv advokesma ya, aku lupa harusnya kalau ada isu sesuatu
aku tanya kamu aja ya hehe.” “Apaan sih Nic, kamu tuh yang multijabatan, apa
kamu ngga cape Nic jabat disana-sini ?”
Obrolan organisasi mengalir begitu runtut diantara kita, dimulai dari pembahasan
kultur organisasi , masing masing sistem kaderisasi, permasalahan yang dihadapi
hinggga akhirnya tanpa kita sadari pembahasan pekat ini berujung dengan topik percinlokan
di organisasi. “Kamu kan ikut banyak organisasi ya nic, pernah ngga sih kamu
cinlok gitu ?” ucap Vio seakan kepo.
Mendengar pertanyaan yang ia lontarkan, awalnya aku mulai malas untuk mengingat
pembahasan ini. Entah kenapa diantara sekian banyak topik pembahasan, persoalan
cinta bagiku adalah persoalan yang sangat personal bahkan seakan seperti tabu untuk diungkapkan.
Awalnya aku hanya sebatas menjawab iya atau tidak, namun setelah Violin
menceritakan keresahan yang ia alami, lucunya lagi lagi aku merasakan bahwa
kita satu frekuensi. Iya, keresahan kita sama. Sama-sama tidak terlalu tertarik
untuk menceritakan kisah-kisah bucin.
Justru karena banyak kesamaan yang kita miliki berupa keresahan tentang
perdebatan "menjaga diri" akhirnya kita membicarakannya bahkan seakan
mengupas tuntas hal itu sampai alasan dan tujuan kita melakukan hal tersebut.
"Jujur aku takut Nic perihal aku berlebihan dalam menjaga diri. Aku
punya “first love” yang sampai sekarang aku bisa dikatakan aku belum bisa move
on. Padahal dia engga pernah ngapa-ngapain dalam artian ga ada yg istimewa,
inipun terjadi karna mungkin aku awalnya hanya kagum, engga lebih tapi kok bisa
ya seawet ini.” Ucap Vio sambil memandang langit langit kereta
“Emang kapan kamu ngerasain first love vi ?” tanyaku mencoba mengimbangi
kisahnya. “Gila, ini dari aku kecil sih tapi kok aku gabisa ngelupain dia ya,
walau jujur aku juga engga berharap apapun tentang dia. ya aku tau lah secara logika aku mustahil memiliki
hubungan sama dia, orang aku aja gapernah ngapa-ngapain gimana mau jadi
pasangan coba? engga lah." Tawanya kecil. "Kamu komunikasi ngga sama
dia ?" tanya Denica mencoba menganalisa "Yaa Allah, bener-bener ngga
pernah nic, ngga ada alasan juga harusnya buat tetep memiliki perasaan, tapi ya
gimana ya aku juga engga bisa buat ngontrol diri untuk engga suka sama
seseorang nic”ucapnya seolah tegar.
Melihat dan mendengar obrolan yang Vio sampaikan, Nica coba berempati dan
memahami apa yang temannya rasakan. Denicapu mencoba memberitahu tentang pola
sebab akibat yang pernah nika dapatkan dari Ka Lisa kaka psikolognya.
Setelah mendengar jawaban dari Nica, Vio langsung menyempatkan kesempatan
untuk mengetahui kepribadian Denica lebih dalam. "Nic, kamu jawab dong
kamu pernah cinlok ngga secara kamu kan banyak banget komuintasnya tuh"
Awalnya Denica enggan menceritakan perihal perasaanya, namun karena nica percaya dan tau karakter Vio akhirnya Nica spoiler sedikit tentang kisahnya. “Aku boleh tau orangnya siapa ka ? Aku penasaran orang kek gimana yang bisa ngerebut hati kamu ?” candanya namun serius. "Apaan sih kaya seakan aku spesial banget, engga lah. Aku juga punya orang yg aku kagumi kok hehe,aku juga manusia biasa yg kalau liat orang baik langsung ngenilai "ih dia baik banget" aku juga sama kok Vi hehe."
Bersambung........
Komentar
Posting Komentar