[ Part II ] Maaf, Aku ( orang ) Kiri Dek


Memikiran bagian yang temanku ucapkan tentang “kamu tau ngga jodoh itu emang ditakdirkan sama Tuhan, tapi bukan berarti dia datang tiba-tiba nic, kamu juga butuh perjuangan. Mungkin kamu merasa sedang menjaga diri tapi saking terlalu menjaganya kamu pernah berfikir ngga kamu justru malah menutup diri.” Jawaban yang mungkin kesannya secara respon engga begitu ku gubris, namun kenyataaanya aku langsung terus mencernanya untuk kujadikan bahan santapan muhasabahku saat insomnia nanti.

“Ah udahlah Bismillah aja, yang melewatiku berarti bukan takdirku ” ucapku pada diriku sendiri yang seakan memang aku adalah si pasrah-an. “Lagipula ngomongin masalah perasaan mah engga bakal ada habisnya, mending aku nikmatin hari-hari pasca UAS.” Hiburku menutupi dan mengakhiri perdebatan yang kualami dengan diri sendiri malam itu.

Malam adalah waktu yang panjang bagi Denica yang sering sekali memanfaatkan untuk beraktifitas ringan seperti membaca, menulis, pun mengerjakan tugas kuliah maupun organisasi. Sebenernya engga juga sih, kegiatan itu ia lakukan atas bentuk pelampiasan karena matanya memang engga bisa dikompromikan untuk tidur gasik hehe.

Seusai memberesi kamarnya, menata ulang buku yang ia baca tadi, ia mulai merebahkan diri lalu mengecek notifikasi di hp-nya. Ada 5 notifikasi di wa-nya. Pesan yang ia tarik untuk di baca adalah pesan dari Violina temen kampus se-daerahnya namun beda fakultas.

Isi pesannya “Nic, kamu masih ada urusan penting di kampus ngga ?” . Membaca pesannya respon  otomatis mataku adalah melihat list yang kutempel didekat almari jati pojok ruangan, semua list sudah tercentang berarti sebenernya ia sudah bisa liburan, “engga kayanya vi, gimana ?” balasnya fastresp. “Hari mingu pulang yuk bareng aku keretaan” tulis Vio.

Awalnya Nica masih ragu untuk memberi jawaban kepada violina, karena ia merasa minggu ini terlalu dini untuk pulang rumah bahkan ia-pun belum sempat menikmati  Kota Bandung dan seisinya untuk dijelajahi guna merefresh otak akan UAS yang sudah menyita tenaganya, tapi setelah dipikir-pikir engga papa deh aku juga udah satu semester engga pulang, aku gasikin aja jadwal pulangku siapa tau organisasi aktifnya H-2 minggu perkuliahan, Seenganya  aku bisa manfaatin waktu ini.

 “Siaap vi, tapi aku belum pernah naik kereta selama perjalanan pulang pergi Vi ?” “Nah makanya ini juga sebenernya kali kedua aku naik kereta dari Bandung. Itung itung cari pengalaman baru kan nic, nanti ambilnya yang jam sore aja ya, nanti sampainya sekitar tengah malam. Kamu bisa tidur dirumahku dulu kok kebetulan rumahku deket sama stasiun hehe, mau ya ?” tawar violin

Tanpa pikir panjang bagi Denica  yang memang suka traveling dan suka mencoba hal baru, ia langsung mengiyakan ajakan violinna untuk ikut pulang Hari Minggu pakai kereta.

Tanpa terasa, akhirnya hari yang mereka tunggu tiba juga. Ya hari perpulangan bersamanya. Mereka tidak berangkat bersama dikarenakan memang kos mereka cukup berjauhan, mereka memilih untuk ketemuan di depan stastiun sehabis Ashar.

Waktu menunjukan pukul 16.00 WIB dan mereka telah sampai di dalam stasiun, bak dua orang yang udah lama ngga ketemu karena memiliki kesibukan yang berbeda Denica dan Violina hampir tidak melewatkan sedetikpun untuk bercerita sembari  menikmati kedatangan kereta yang mereka tunggu.

Selang satu jam setelahnya, akhirnya kereta yang mereka pesan pun sampai di stasiun itu. Mereka bergegas menuju gerbong yang mereka pilih untuk tempati. Saat itu waktu telah menunjukan pukul 5.30 yang menandakan bahwa waktunya matahari akan tengelam a.k.a senja akan datang untuk memberi tahu para penduduk bumi bahwa akan ada malam yang menggantikan peran siang.

Kesan bokeh yang tampak dibalik kaca jendela kereta yang mereka naiki sembari pemandangan stasiun bertemakan jingga tersebut membuat vio yang memang hobbi hunting dan fotografi, tak ingin melewatkan kesempatan untuk mengambil penampakan cantik berupa matahari yang saat itu sedang jingga-jingganya menggunakan kamera canon lxus 190 yang selalu menemani perjalannanya.

Seusai memotret, vio langsung menunjukan hasil tangkapannya ke Denica. Denica selalu terkagum dengan kehebatan yang dimiliki teman-teman dekatnya, ya meski Denica dan Violina tidak satu fakultas tapi mereka bisa dikatakan berkawan baik dan akrab, bahkan disela waktu yang agak senggang mereka tak jarang dengan sengaja menyempatkan untuk bertemu di audit kampus hanya untuk menikmati waktu berdua atau janjian ke suatu tempat hanya untuk melepas rindu berdua.

“Rasanya sendu banget vin kalau ngeliat pemandangan matahari terbit sama matahari tenggelam.” Ucap Denica yang masih terpaku akan foto bidikan violina tersebut.

Violina yang tau bahwa temannya memiliki bakat yang ia pendam berupa menulis mencoba menantang denica untuk membuat snap hasil jepretanya tadi. Denicapun saat itu tak keberatan, iapun iseng seperti seakan memamerkan kepulangan gasiknya kepada teman temannya yang bahkan mereka ngga tau bahwa Denica sudah berada di jalan pulang, akhirnya Denica menyanggupi permintaan Violin dengan menuliskan caption untuk snap wa dengan objek gambar camera yang masih on frame senja berbackground jalanan tepian kereta di stasiun.

Tak butuh waktu lama untuk menuliskan dan memikirkan caption tentang senja, ia memang sering dijuluki si penulis oleh teman-temannya meski secara pribadi ia jarang sekali membuat tulisan yang bisa dieksplor untuk dipublish.

“Tak pernah ada yang tergantikan. Ini hanya soal waktu, maaf jika seakan mengambil alih peran sang siang  namun bumi-pun harus tau Bulan masih cukup kuat untuk menyinari bagian malamnya. Maaf, tak perlu ada pamit, karena esokpun mentari kan kembali.” Tulisnya di status wa-nya

“gimana ini vin ?” ucapnya menyodorkan caption yang ia buat kepada Violin “Gila, besok kita buka jasa Fotografi sama Copy writer aja yuk. Cari kerja sekarang susah nih apalagi buat kita yang perempuan nic, kita emang familiar dengan “emansipasi” namun kenyataanya emansipasi itu masih sebatas kata kata yang digaungkan hanya untuk digemborkan saja.” Ucap vio

Ucapan vio tadi membuatku kembali berdiskusi deNgan otakku bahwa Vio kayanya orang yag tepat buat sama-sama mengadu keresahan nih. Tiba tiba aku teringat bahwa Vio kan memang Kadiv Advokesma di BEM Fak-nya. Sontak aku mengucap “aduh Vi aku lupa ih kamu kan kadiv advokesma ya, aku lupa harusnya kalau ada isu sesuatu aku tanya kamu aja ya hehe.” “Apaan sih Nic, kamu tuh yang multijabatan, apa kamu ngga cape Nic jabat disana-sini ?”

Obrolan organisasi mengalir begitu runtut diantara kita, dimulai dari pembahasan kultur organisasi , masing masing sistem kaderisasi, permasalahan yang dihadapi hinggga akhirnya tanpa kita sadari pembahasan pekat ini berujung dengan topik percinlokan di organisasi. “Kamu kan ikut banyak organisasi ya nic, pernah ngga sih kamu cinlok gitu ?” ucap Vio seakan kepo.

Mendengar pertanyaan yang ia lontarkan, awalnya aku mulai malas untuk mengingat pembahasan ini. Entah kenapa diantara sekian banyak topik pembahasan, persoalan cinta bagiku adalah persoalan yang sangat personal  bahkan seakan seperti tabu untuk diungkapkan. Awalnya aku hanya sebatas menjawab iya atau tidak, namun setelah Violin menceritakan keresahan yang ia alami, lucunya lagi lagi aku merasakan bahwa kita satu frekuensi. Iya, keresahan kita sama. Sama-sama tidak terlalu tertarik untuk menceritakan kisah-kisah bucin.

Justru karena banyak kesamaan yang kita miliki berupa keresahan tentang perdebatan "menjaga diri" akhirnya kita membicarakannya bahkan seakan mengupas tuntas hal itu sampai alasan dan tujuan kita melakukan hal tersebut.

"Jujur aku takut Nic perihal aku berlebihan dalam menjaga diri. Aku punya “first love” yang sampai sekarang aku bisa dikatakan aku belum bisa move on. Padahal dia engga pernah ngapa-ngapain dalam artian ga ada yg istimewa, inipun terjadi karna mungkin aku awalnya hanya kagum, engga lebih tapi kok bisa ya seawet ini.” Ucap Vio sambil memandang langit langit kereta

“Emang kapan kamu ngerasain first love vi ?” tanyaku mencoba mengimbangi kisahnya. “Gila, ini dari aku kecil sih tapi kok aku gabisa ngelupain dia ya, walau jujur aku juga engga berharap apapun tentang dia.  ya aku tau lah secara logika aku mustahil memiliki hubungan sama dia, orang aku aja gapernah ngapa-ngapain gimana mau jadi pasangan coba? engga lah." Tawanya kecil. "Kamu komunikasi ngga sama dia ?" tanya Denica mencoba menganalisa "Yaa Allah, bener-bener ngga pernah nic, ngga ada alasan juga harusnya buat tetep memiliki perasaan, tapi ya gimana ya aku juga engga bisa buat ngontrol diri untuk engga suka sama seseorang nic”ucapnya seolah tegar.

Melihat dan mendengar obrolan yang Vio sampaikan, Nica coba berempati dan memahami apa yang temannya rasakan. Denicapu mencoba memberitahu tentang pola sebab akibat yang pernah nika dapatkan dari Ka Lisa kaka psikolognya.

Setelah mendengar jawaban dari Nica, Vio langsung menyempatkan kesempatan untuk mengetahui kepribadian Denica lebih dalam. "Nic, kamu jawab dong kamu pernah cinlok ngga secara kamu kan banyak banget komuintasnya tuh"

Awalnya Denica enggan menceritakan perihal perasaanya, namun karena nica percaya dan tau karakter Vio akhirnya Nica spoiler sedikit tentang kisahnya. “Aku boleh tau orangnya siapa ka ? Aku penasaran orang kek gimana yang bisa ngerebut hati kamu ?” candanya namun serius. "Apaan sih kaya seakan aku spesial banget, engga lah. Aku juga punya orang yg aku kagumi kok hehe,aku juga manusia biasa yg kalau liat orang baik langsung ngenilai "ih dia baik banget" aku juga sama kok Vi hehe."

Bersambung........

Komentar