Hari ini, tadinya aku ingin santai saja seperti biasa menikmati hidupku yang “let it flow” dengan ngopi-ngopi melihat senja ala Indie, membaca buku disertai lantunan dari Nadin amizah, lalu berpuisi.
Kubuka handphoneku, ku capture pemandangan sephia yang tampak cantik didepan lalu aku ingin mengeksposenya di sosmed pribadi.
Detik-detik saat aku ingin berselancar di media sosial sebut saja instagram, aku melihat postingan yang muncul di halaman ig-ku. Kulihat teman SMA-ku ada yang telah diterima di kantor yang cukup terpandang, lalu ku scroll lagi eh adik tingkatku besok akan menikah, mantanku telah lulus skripsi, mantan gebetanku udah rilis buku yang ketiga. Sementara disini aku ? aku masih saja berada dalam kehidupan yang mengundang banyak ketidakpastian.
Jiwaku seketika insecure,otakku kembali overthinking, ada rasa panas yang bergejolak di dalam dada melihat teman-teman dan circle kenalanku satu persatu telah berhasil pada bidang kehidupannya.
Aku, hampir setiap hari tanpa jeda rutin mengajak diriku untuk berdiskusi “umurmu udah berapa ? kok masih gini-gini aja, penghasilan belum ada, karya engga punya, pencapaian ga genah, ibadah masih berantakan." banyak pertanyaan yang muncul dikepalaku
Aku bersyukur, kadang hatiku pintar untuk sedikit berperan dalam menenangkan pikiranku “engga papa,
mereka kan emang start dari keluarga yang berada, mereka kan emang udah nekuni di
bidangnya dari awal, mereka kan aslinya udah pintar, mereka-mereka dll yang intinya
mengatasnamakan hak privillage
" cukup untuk menghilangkan 20% kadar insecureku untuk kembali bersyukur.
Duh, tapi rasa-rasanya aku gatahan, aku pengin ikuti jejaknya, namun rasanya aku hanya mendapat tekanan dan ujian atas apapun itu, sekali mau bangun rasanya aku udah ketinggalan jauh banget.
"Tuh kan lihat,
mereka masih muda dan memiliki semangat, namun aku ngga punya apa-apa untuk
kusemangati." Aku hanya bisa marah dan sedih meratapi kenapa kakiku ngga bisa
secepat dia.
Mengikuti dan melihat perkembangan orang-orang hebat tak justru membuatku termotivasi, hal itu justru membuatku pusing dan insecure yang datang bertubi-tubi. Dalam hati, aku hanya bisa meronta “ada ngga sih yang mau nuntun dan julurin tangan ke aku ? aku sebenarnya berguna ngga sih di hidup ini?” Hatiku saat itu merasa memiliki dua kemungkinan, mereka yang memang terlewat tinggi atau hatiku yang memang memiliki sifat dengki
Kuratapi beberapa pejalanan mereka. eh tapi, kenapa mereka lari-lari juga ya ? apa mereka takut
tertinggal atau takut didahului ?
Baiklah saat itu aku bertekad untuk menyusulnya sekuat tenaga semampuku. ah sial,
tali sepatuku lepas, kuseret kaki ini ke pinggir jalan terlebih dahulu. aku duduk dan
menyaksikan banyak orang di lapangan yang masih nyaman menonton sesuatu pertunjukan
dengan berleha-leha dan santai, dalam hatiku “mereka masih terjebak dalam zona
nyaman. aku harus cepat-cepat pergi dari sini.”
Kembali ku berlari sekitar 50 meter, tiba-tiba ada orang yang baik hati menawarkanku air mineral. Dia ternyata adalah kawan lamaku. Kukira dia sudah berlari jauh di depan, tapi dia justru berkata “kalem, gausah keburu-buru nih minum dulu cape kan ?” aku yang memang berambisi saat itu berkata “maaf nanti aja. aku takut ketinggalan” melihatku yang gusar, ia bertanya “kamu ngejar apaan sih ?" aku menjawab singkat “deadline” dia kembali mengerutkan dahi “deadline darimana ?” “dari aku sendiri” aku memutar mata lalu berkata “ingat kan poster yg aku tempel di kamar ?“ dia mengangguk, “berarti kau ingat tentang list mimpiku kan. aku pengin nyusul orang-orang sukses , aku yakin aku bisa !” jawabku berapi-api
Dia masih memegang tanganku, dia bertanya kembali “kalau mereka berhenti, kamu gimana ?” “ya jalan
terus, masa ikut berhenti juga” Dia menghela nafas lalu mulai melepaskan pergelangan tanganku
“aku memang belum pernah merasakan sukses, tapi kayanya mulai sekarang aku mau
berhenti dahulu.” melihatanya aku lantas menjawab “aku duluan ya” dia
mempersilahkanku.
Saat aku sudah berjalan sekitar 5 meter, aku ingat dia adalah teman baikku dulu . ia pun ternyata memang masih baik, buktinya ia menawarkan minum kepadaku atas itu aku lalu kembali menghampirinya dan mempertanyakan padanya “serius mau berhenti, nanti malah susah loh nyusulnya.” Dia tersenyum lalu berkata “gak apa-apa aku lebih suka barengan lari sama yang dibelakang, ngajak mereka yg ketinggalan.”
Degg, jlebb disitu aku langsung mikir “jauh tertinggal tidak lebih mengerikan daripada melihat diri sendiri tertawa puas diatas ketertinggalan orang-orang lain.”
Setelah kejadian itu, aku langsung pulang ke rumah disana kutemukan buku usang yang pernah diberikan oleh kawan dekatku sewaktu SMA yang kini ia telah sukses dijalan pilihannya.
Aku lupa semenjak saat ia memberikan buku itu aku belum membaca isinya, alhasil dibanding aku lupa lagi aku memutuskan untuk membaca buku tersebut.
isinya :
Memang betul, pemenang memang tidak pernah berhenti namun
sesekali rasanya kamu perlu beristirahat untuk menertawakan hidupmu yang sering menang
tapi kaku, but i know its seru bukan ?
Candaan Tuhan “entahlah sesekali kita menyerah dalam kehidupan atau
malah justru sering ? namun serunya saat kita sudah pasrah disitu justru kuasa Sang Mahapasti ada aja yang terkabul. Padahal kita sudah seperti tak punya
harapan, namun ternyata justru dikeadaan gawat itu kita dibuat tertawa bahwa
ternyata Tuhan juga bisa bercanda (menghibur) sama kita juga yaa"
Seperti semangat pohon pisang, aku mau ingetin kamu terkait ia sudah ditebas berapa kali, eh
tak lama kemudian anak-anaknya tumbuh mengelilinginya. Cobalah tebas
terus, pasti tunasnya juga tumbuh terus. Yap, seperti mem-filosofikan untuk kita kaum yang berakal agar tidak
menyerah. Hendaknya mari kita renungi perumpamaan yang Tuhan beri.
Aku tau, kita kerap mendikte Tuhan tentang banyak permohonan. Kita
mengeja doa-doa kepada sang Mahapasti terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Padahal lagi-lagi
kita tahu Ia adalah penulis skenario terbaik bagi setiap lakon artisnya. Ia tahu
takaran pas yang diberikan untuk peran kita masing-masing
Untuk kita yang mengandalkan sebuah kertas bernama ijazah. Ijazah bukan apa-apa, bertahun tahun kita mengejar capaian nilai hanya untuk mengisi kolom kosong di carikkan angka, aku tahu meski banyak kisah pedih pilu yang menyertai setiap guratan nilai yang ada, banyak perjuangan yang ngga bisa dispeleken begitu saja bahkan aku hafal saat momen UAS kita selalu melewati itu dengan janji suci hehe, janji bahwa sebuntu apapun pikiran kita-please gausah sampai kita minta jawaban ke teman kita. Ingat itu ngga ? aku tahu banyak hal yang ga bisa digampangin kalau kita berbicara tentang perjuangan.
Namun aku diingetin sama kaka kelasku yang udah sukses kalau bisa kita jangan berpatokan pada sebuah ijazah. Dunia akan terus
berubah, tantangan semakin bertambah dan dengkul nyatanya semakin goyah. Belajar
terus pantang mundurrr !
Namun kembali lagi, melihat kakimu yang telah carik marik terluka, dengkulmu yang goyah dan matamu yang terus berbinar lelah atas langkahmu yang sudah sejauh ini, kakimu mungkin lelah jiwamu gelisah, istirahatlah untuk kembali melangkah ! Masa depan tak pernah langsung diwariskan oleh generasi tua kita, masa depan kita buat dan tentukan hari ini, kita kuat karena kita sendiri !
Gedung tinggi fondasinya perlu kuat, menancap kedalam meski tak terlihat. Jika ujian hidupmu kelam dan pekat, anggap saja kelak kau akan tinggi dan mencuat. Kelak saat kau sudah kebas akan kegagalan, saat itulah apa yang kau cari mulai akan muncul.
Ini bukan rumus motivator : gagal ibarat akar, ia akan tumbuh dan menguat (habiskan jatah gagalmu) ketika sudah tiba saatnya, kamu akan tumbuh dan berbuah. Setinggi apapun tumbuhnya, kelak kau akan kuat dan takan goyah, kau tau kenapa ? karena akar kegagalan tlah mencengkeram kuat, kau kebal gagal huhu.
Jika hari ini engkau sedang terhenti, coba lihat dan tanyakan kenapa kamu
bisa memutuskan untuk berhenti setelah sejauh ini ? carilah, kau takan temukan alasannya. karena sjatinya memang tidak ada yang membuatmu berhenti kecuali dirimu
sendiri.
Tiap kita punya musuh besar. Ia hadir lebih menakutkan dibanding kegelapan, lebih menyengat daripada terik aldebaran, lebih mematikan dibanding racun king kobra, lebih dingin daripada kutub selatan. Pertanyaanya dimana dan siapa musuh itu ?
Jawabannya ia ada dalam jiwa dan otak kita sendiri. Mereka bersemayam didalamnya
mengelabuimu secara halus
Pertanyaan terakhir, lalu bagaimana cara menaklukannya ? Jawabannya adalah kamu sendiri yang tahu itu !
Guru terbaik adalah alam semesta yang tak pernah mendikte dan memaksamu
untuk menghafal apapun
Guru terbaik adalah alam semeta yang tak pernah memberi cap merah
dalam nilai sekalipun kita gagal dalam pelajaran, ia justru selalu menyiapkan
lembar kosong untuk kita tuai keberhasilan esok hari
Guru terbaik adalah alam semesta yang memberikan leluasa tiap waktu untuk kita renungi dan maknai apa arti kegegalan dan kemanangan dari setiap teori yang kita pelajari, kamu semangatt yaa
Komentar
Posting Komentar