“Hutan ditebang kering kerontang, Hutan ditebang banjir datang,
Hutan ditebang penyakit meradang, Hutan-hutanku hilang anak negeri bernasib
malang, Hutan-hutanku hilang bangsa ini tenggelam”- Hutanku karya Iwan Fals
Di Indonesia, banyak permasalahan lingkungan yang membutuhkan
penyelesaian dari langkah kecil seperti membuang sampah pada tempatnya hingga
langkah besar berupa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terkait lingkungan.
Kenapa hal ini bisa terjadi ? karena jika kita berbicara terkait permasalahan
lingkungan, maka kita berbicara permasalahan multidimensional yang sangat
kompleks. Alasan mengapa kita perlu menyorot secara dalam karena masalah
lingkungan akan memengaruhi kualitas hidup manusia,makhluk hidup, dan seluruh
isi di bumi secara langsung maupun di masa mendatang
Dikutip dari laman Greenpeace Indonesia, salah satu
permasalahan lingkungan yang marak terjadi di Indonesia adalah masalah terkait
hutan. Indonesia sebagai pemasok hutan yang merupakan sumber dari pasokan udara
paru-paru dunia mengalami beberapa masalah yang bisa dibilang sangat serius.
Permasalahan yang terjadi diantaranya ada deforestasi serta degradasi lahan
hutan.
Deforestasi hutan adalah hilangnya tutupan dalam kawasan
hutan akibat kerusakan berupa illegal logging, illegal mining, perambahan hutan
dan kebakaran hutan. Sedangkan kerusakan lahan diluar kawasan hutan biasa
disebut degradasi lahan adalah hilangnya fungsi ekologis/hidrologis, sosial
ekonomis, berupa lahan kritis, lahan rusak, lahan tidak produktif dan lahan
terlantar diluar kawasan hutan.
Menurut Forest Watch Indonesia, tercatat selama tahun
2000 hingga 2017, Indonesia telah kehilangan hutannya lebih dari 23 juta
hektar. Menurut World Resources Institute, pada tahun 2019
Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara yang paling banyak kehilangan
hutan hujan primer akibat deforestasi, yaitu sebanyak 324 ribu hektar. Menurut
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK,
deforestasi tahun 2018-2019, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan
Indonesia adalah sebesar 462,4 ribu hektare (ha).
Deforestasi menjadi masalah penting karena hutan merupakan tempat
penyimpanan dan daur ulang karbondioksida yang cukup besar. Lebih dari 300
miliar ton karbondioksida tersimpan di dalam hutan. Akibat deforestasi,
karbondioksida tersebut akan terlepas ke atmosfer sehingga akan mempercepat
perubahan iklim salah satunya adalah pemanasan global yang ditandai dengan efek
rumah kaca.
Keberhasilan memitigasi pemanasan global acap bersandar pada
indikator seberapa banyak pemerintah Indonesia bisa memperlambat laju keduanya.
Dalam sektor kehutanan, yang menyumbang 17% emisi secara nasional sebesar 1,1
miliar ton CO2 pada 2017, degradasi dan deforestasi menyumbang 60% terhadap
produksi karbon. Akibatnya, dua hal itu menjadi fokus perhatian utama
pemerintah sepanjang waktu.
Kebakaran, perambahan, konversi lahan untuk keperluan-keperluan
diluar lingkungan adalah pemicu utama deforestasi dan degradasi lahan. Dari 125
juta hektare kawasan hutan Indonesia, sebanyak 35 juta lahan hutan merupakan
kawasan yang sudah tak produktif karena tutupan tajuknya berada di bawah 30%.
Tapi, jika ditarik lebih jauh, apa yang sebenarnya memicu deforestasi?
Faktor pemicu utama beberapa permasalahan terletak pada
perekonomian. Sederhananya sepanjang manfaat dari hutan lebih rendah atau tidak
terasa dibanding nilai kebutuhan hidup penduduk Indonesia, laju deforestasi dan
degradasi lahan akan semakin kencang. Isu terkait kemiskinan, rendahnya akses
terhadap sumber daya, kian tingginya kompetisi sumber ekonomi merupakan alasan
realistis kenapa lingkungan akan dimanfaatkan secara eksploitasi
Berdasarkan hasil kajian PWYP-Indonesia ditemukan fakta bahwa
daerah dengan ancaman paling tinggi kerusakan dan laju deporestasi adalah
wilayah Pulau kawasan provinsi di Sumatra dan di Kalimatan, dan kedua wilayah
ini merupakan salah satu daerah yang paling tinggi terjadinya laju deforestasi
dan degradasi lahan, hal Ini dibuktikan dari data yang dirilis oleh global
forest watch Indonesia yang menemukan adanya fakta ada sekitar 27 juta hektar
lebih kawasan lahan dan hutan yang mengalami perubahan fungsi atau setara
17 % dari terjadi dari kurun waktu tahun 2001 s/d 2019, dari hal ini dapat
dilihat bahwa adanya peningkatan yang menjadi ancaman serius terhadap kawasan
hutan dan lahan di Indonesia.
Berbicara tentang definisi dari degradasi, kemitraan kolaboratif
hutan mendefinisikan terhadap kehilangan barang dan jasa ekosistem.
Bagaimanapun, definisi itu masih membutuhkan jalan untuk membuatnya operasional
bagi pengelola lahan.
Karena hutan menyimpan karbon dan menjadi sumber kayu dan produk
lain-lain seperti bahan bakar, buah dan kacang, kriteria pertama mengukur
degradasi adalah dengan mengukur berapa baik mereka menyediakan produk dan jasa
ini, kata para peneliti.
Kemampuan hutan untuk memproduksi kayu dan kayu bakar ditentukan
oleh “berkembangnya stok” – volume semua pohon pada tinggi dan diameter
tertentu. Tanda degradasi dapat mencakup penurunan volume tersebut terhadap
waktu, penurunan sejumlah tipe tertentu pohon, atau penurunan panen produk hutan
non-kayu seperti buah atau kacang, demikian menurut penelitian.
Faktor kedua adalah keragaman hayati – menjadi penting karena
rentang besar tanaman, serangga, binatang, jamur dan makhluk hidup lain
memainkan peran krusial dalam hutan tropis, seperti sebaran, penyerbukan,
kontrol penyakit dan dekomposisi, kata penulis. Fungsi-fungsi ini seringkali
terkait dengan dukungan barang dan jasa ekosistem.
Pengelola lahan dapat mengukur keragaman hayati dengan memantau
perubahan vegetasi dan spesies penting tertentu, termasuk serangga dan burung.
Mereka juga bisa melacak fragmentasi hutan, degradasi hutan jenis tertentu bisa
mengakibatkan hilangnya habitat dan spesies – hewan, burung, serangga atau
makhluk lain – yang bergantung padanya.
Seringkali degradasi lebih jelas – hutan bisa terkoyak oleh
kebakaran atau dikuasai tanaman atau serangga invasif eksotis yang mengancam
spesies asli. “Gangguan tidak biasa,” ini bisa didorong oleh perubahan iklim,
yang menjadi kriteria ketiga.
Hutan tidak hanya sumber produk, tetapi juga melindungi tanah dan
menjaga kelembaban dengan mengatur aliran air dalam sebuah ekosistem, melepaskan
air ke atmosfer melalui daun, dalam proses yang dikenal sebagai
evapotranspiration, dan mengontorl jalan air merembes ke tanah.
Peneliti mendisain retensi air sebagai kriteria ketiga dan
merekomendasikan pemantauan tipe degradasi ini dengan mengukur erosi tanah dan
kuantitas air.
Kriteria kelima dalam mendefinisikan degradasi hutan mencerminkan
peran kunci yang dimainkan hutan tropis sebagai penyimpan karbon, karena hutan
menyimpan sekitar separu stok karbon dunia dalam pohon hidup dan mati serta
tanah.
Degradasi dari fragmentasi hutan, sebuah penurunan ukuran pohon
atau dalam jumlah spesies dalam hutan dapat melepaskan karbon dan mengurangi
akumulasi masa depan karbon di hutan. Peneliti merekomendasikan pemantauan baik
karbon tersimpan dan kehadiran spesies pohon padat, yang menyimpan sebagian
besar karbon di atas permukaan, dalam hutan.
Untuk semua kriteria, kunci pemantauan terletak pada batas dasar
yang terpercaya, atau tingkat rujukan, menghadapi degradasi yang ingin diukur,
kata Guariguata. Walaupun “standar emas” terdapat pada hutan tua, ia
mengingatkan bahwa pohon sendiri tidak menjadikan hutan fungsional.
Deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia sebagian besar
merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang
menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang
bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi.
Belum selesai masalah deforestasi dan degradasi, saat ini
pemerintah telah mengharmonisasi undang-undang terkait kehutanan dengan tata
kelola melalui omnibus law agar pembangunan infrastruktur
tidak terhambat dan investor merasa nyaman. Ini menjadi alarm peringatan untuk
lingkungan Indonesia. Jika hutan Indonesia semakin menipis, bencana alam tidak
akan terhindarkan lagi. Ini akan menjadi tahun yang berat bagi hutan Indonesia.
Kita semua harus memberi perhatian serius pada masalah ini.
Komentar
Posting Komentar