“Tidak Hanya Social Control, Mahasiswa Juga Perlu Berperan Sebagai Agent of Change, Iron stock, serta Moral Force menuju Indonesia Berkemajuan”
Slogan kritikan untuk pendidikan Indonesia, akhir-akhir ini sangat
marak terdengar. Dengan adanya pembelajaran daring (dalam jaringan) yang
dinilai tidak efektif, ditambah dengan adanya disrupsi besar-besaran di semua
sektor terkhusus bidang pendidikan, merupakan masalah yang perlu direspon
secara utuh oleh segenap lapisan masyarakat. Salah satu kritikan yang masif
diberitakan adalah pembahasan “kampus merdeka yang tidak memerdekakan mahasiswanya”,
juga perlu dipahami duduk permasalahannya
secara komprehensif.
Menurut Toynbee, pola dasar terjadinya peradaban di suatu dunia
adalah hasil dari pola interaksi tanggapan dan tantangan dari masyarakat
sekitar. Tantangan yang gencar terjadi pada saat Pandemi Covid-19 di seluruh
sektor, terutama sektor pendidikan kita ternyata memiliki kecenderungan ketidak-seimbangan
dalam perihal tanggapan dan respon yang kooperatif dari masyarakat umum. Adanya
era disrupsi dengan inovasi tekhnologi yang diharapkan dapat menjawab
permasalahan yang terjadi ternyata justru menyebabkan terciptanya kondisi
anomali di dunia pendidikan itu sendiri.
Banyak dari kalangan mahasiswa yang merasa menjadi korban atas
dampak ketidak-efektifan pembelajaran metode daring, yang pada realitanya
dampak tersebut tidak hanya dirasakan mahasiswa saja melainkan hampir seluruh
dosen juga kewalahan dalam menghadapi era disrupsi ini. Pola transisi dari
luring menjadi daring pun kini sebaliknya mengharuskan seluruh lapisan civitas
akademika memiliki skill adaptif yang akan berpengaruh terhadap
keberlangungan hidup di masa ini.
Melihat gambaran dan situasi yang tengah terjadi, seharusnya kita sebagai
mahasiswa bisa saling bersinergi dan bersyukur akan adanya perkembangan
tekhnologi komunikasi yang kian pesat. Keadaan ini telah membantu kita dalam
proses pembelajaran yang hampir terancam sempat terhenti dikarenakan lonjakan
paparan Covid yang sempat meningkat. Salah satu manfaat akibat kemajuan dan
perkembangan tekhnologi pada saat covid kemarin, kita telah dibentuk untuk
menjadi masyarakat-masyarakat digital dengan salah satu cirinya adalah lahirnya
institusi maya yang melek digital.
Dengan terbentuknya budaya digital di masyarakat umum terkhusus
bagi civitas akademika merupakan salah satu bentuk peluang untuk
pendidikan Indonesia agar bisa memasuki ranah negara maju. Berkaca dari
aktivitas-aktivitas proses belajar mengajar di negara maju sangatlah lekat
dengan ranah wahana maya. Dengan melonjaknya gelombang globalisasi yang tak
dibatasi oleh ruang maupun waktu juga memudahkan akses pendidikan untuk
berkemajuan. Proses adaptasi dalam masa pandemi menuju transisi juga perlu
dimanfaatkan secara masif.
Dalam melihat permasalahan diatas, kita sebagai mahasiswa yang
memiliki empat peran serta fungsi mahasiswa perlu disinambungkan secara selaras.
Dalam peran social control, mahasiswa dituntut untuk bisa kritis
terhadap kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi semestinya. Mahasiswa
memiliki akses yang lebih tinggi atas kontrol sosial terhadap
kebiakan-kebijakan yang diterapkan di masyarakat. Ide dan pemikiran seorang mahasiswa
diharapkan mampu merubah paradigma yang berkembang dalam suatu kelompok dan menjadikannya terarah sesuai kepentingan
bersama.
Sikap kritis yang dimiliki mahasiswa tidak serta merta menjadikan mahasiswa
hanya berperan sebagai pengamat dan penilai kebijakan pemerintah yang
diaspirasikan melalui demonstransi saja. Ada renungan terkait kebijakan Permendikbud
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Program MBKM yang akhir-akhir ini masif dikritik via
sos-med dikarenakan insiden telatnya pemberian uang saku mahasiswa MBKM. Sungguh
bajik apabila mahasiswa mampu bersuara dan mengkritik terkait permasalahan ini
namun alangkah bijaknya mahasiswa juga perlu merefleksikan apakah ia tlah
memenuhi kewajiban yang diemban serta memikirkan value maupun alasan utamanya
mengapa mahasiswa mengikuti program MBKM ini.
Dengan sikap kritis yang dimilikinya, mahasiswa juga dituntut
sebagai agent of change yaitu pelaku dan penggerak dalam perubahan di
tengah masyarakat. Idealnya, selain tingkat intelektualitas yang dimiliki, mahasiswa
juga diharapkan bisa menjadi panutan dan pengubah tatanan dalam masyarakat
untuk lebih berkemajuan. Mahasiswa dapat menjadi iron stock, yaitu
mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan
dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya.
Karena disadari atau tidak mahasiswa merupakan aset, cadangan, harapan bangsa
untuk masa depan.
Ada banyak hal yang bisa mahasiswa lakukan dalam memanfaatkan
gelarnya sebagai mahasiswa di era transisi ini guna mengoptimalkan pendidikan
di Indonesia. Hal tersebut antara lain, memperkaya diri dengan berbagai
pengetahuan, melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui program-program
seperti pengabdian masyarakat, melakukan inovasi dalam beberapa bidang yang
ditekuni, memanfaatkan momentum kaderisasi maupun organisasi yang didapatkan di
dunia kampus, melakukan pengembangan diri seperti mengikuti program MBKM. dan
tak lupa pula mahasiswa dituntut untuk mempelajari berbagai kesalahan karena mahasiswa
dituntut untuk memiliki akhlak yang baik sebagai teladan di tengah-tengah
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anymous. 2009.
Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Karakter Bangsa.(Online).http://www.perpustakaanngawi.com/tag/peran-mahasiswa-dalampembangunan-karakter-bangsa. diakses pada 16 Juni 2022
Cahyono, H.
2019. Peran Mahasiswa Di Masyarakat.
Jurnal Pengabdian Masyarakat. 2686-6315
Hanif. 2010.
Fungsi dan Peran Mahasiswa. (Online). http://www.hanifmuslim.co.cc/2010/12/fungsi-dan-peran-mahasiswadalam.html , diakses pada 16 Juni 2022
Kemendikbud.
2020. Program MBKM. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3
Tahun 2020
Komentar
Posting Komentar